Selasa, 12 Juli 2016

Tren Orang Tua Usia 40-50 Tahun yang Membela Kesalahan Anaknya: Sebuah Pelajaran Penting Bagi Orang Tua dan Calon Orang Tua

"Oh that's cute that you let your kid get away with everything. Won't be cute when he is 28 and still living in your basement"


Kalimat diatas sudah cukup memberi gambaran bahwa perlakuan orang tua yang terlalu memanjakan anaknya adalah sangat berbahaya bagi masa depan anak tersebut, terlebih bila orang tua tersebut melindungi kesalahan anaknya.

Banyak sekali kejadian yang dapat kita lihat saat ini dari berbagai media khususnya di media sosial. Sebagai contoh adalah bagaimana seorang guru yang harus dihakimi oleh orangtua siswanya, hanya karena memotong rambut siswa tersebut. Sang guru harus dipermalukan oleh orang tua, ketika mereka datang ke sekolah membawa gunting lalu membuka jilbab dan memangkas rambut si guru. bukan hanya itu såja, kita disajikan oleh berita seorang guru yang akhirnya diseret ke pengadilan karena mencubit siswanya yang tidak mau melaksanakan Shalat sunnah dhuha. Orang tua siswa tersebut dengan sigap melaporkan ke polisi untuk memenjarakan guru tersebut. Tentu saja masih banyak berita miris lain yang memperlihatkan bagaimana reaksi orang tua pada masa semarang terhadap kejadian "tidak mengenakkan yang menimpa anaknya."

Miris, sungguh miris..
Dalam tulisan saya kali ini, saya tidak akan fokus untuk membahas pemberitaan yang kini hangat melibatkan instrumen pendidikan, siswa, dan orang tua. Akan tetapi, saya akan fokus kepada orang tua reaktif dan bagaimana dampak buruknya bagi mental dan karakter anak mereka. Kebetulan, hari ini alhamdulillah saya mengalami hal yang penuh pelajaran dan hikmah uituk saya dan ingin saya bagi kepada teman-teman :D

Sore ini saya tiba di bandara Sultan Hasanuddin Makassar untuk kembali ke Jakarta, maklum namanya juga musim lebaran yea waktunya berlibur dan bersilahturahmi bersama keluarga di kampung halaman, kan? 
Ketika saya berjalan mendorong troli saya, ada dua anak kecil mungkin skitar 8-12 tahun berlari dan memotong di depan saya. Hampir saja kedua anak tersebut terkena troli saya. lalu saya menatap mereka berdua dengan kesal. Mereka berdua jalan saja tidak minta maaf bahkan membicarakan saya. Bukan hanya itu saja, mereka mengeluarkan suara bernada mengejek kepada saya. lalu saya hampiri mereka dan bertanya "Kamu ada masalah sama saya?"

Tiba-tiba seorang pria dari barisan depan saya yang sudah saya ketahui bahwa dia adalah orang tua dari kedua anak tersebut, menghampiri saya dengan ekspresi yang marah dan membentak: "Kenapa ini?" saya pun menjelaskan "saya cama nanya sama anak bapak, ada masalah sama saya? mereka lari-lari hampir mengenai troli saya" lalu bapak itu membalas: "Kalau mau berantam sama saya, jangan sama anak kecil" 
Nah loh, saya kaget Bapak ini kenapa tiba-tiba membentak dan marah-marah. Bukan hanya itu saja, dia menambahkan kata-kata seperti berikut:

Bapak yang Marah-Marah : A
saya yang super sabar dan ga ngerti ada orang reaktif : B

A: "kamu turun dimana?"
B: "Jakarta"
A: "Kamu gatau siapa saya?"
B: "Saya gatau siapa Bapak"
A: "Kalau mau berantem sama saya, jangan sama anak kecil"
B: (dalam hati saya: emang lu ngomong gini ga berantem sama cewe terus anak muda lagi?! terus ga nanya sama anaknya duduk permasalahannya dimana?!)
A: "Kamu gatau siapa saya kan? saya tunggu kamu di jakarta. awas! lihat saja nanti"
B: (Sambil tersenyum dan menggelengkan kepala) "Ya silahkan, saya kan engga ada urusan sama Bapak"
Lalu saya pun berjalan meninggalkan mereka yang tengah mengantri untuk masuk ke Lounge. Seperti biasa dengan muka nyeleneh yang emang bawaan saya, dan senyum seraya gelengan kepala sambil istighfar "Ya Allah, ada-ada aja ya ketemu orang begini"


Sepanjang jalan menaiki eskalator, saya hanya istighfar sambil tersenyum mohon diberi kesabaran. tentu saja, sebagai seorang virgo, kami memiliki bad temper underneath yang bisa saja meledak bila kami menginginkan, tapi kami memang jarang menunjukkan. Mau tau karena apa? karena saya tau bahwa amarah adalah hal buruk, apalagi bila berhadapan dengan orang-orang yang mengedepankan emosi hawa napsu dibanding akalnya.

Saya pun kemudian tersadar bahwa ternyata memang tren melindungi anak terlepas dari mereka benar apalagi salah adalah hal yang menjamur di kebanyakan orang tua dengan usia 40-50 tahun. 

Menurut saya, apa yang dilakukan Bapak tadi niatnya baik, yaitu melindungi kedua puterinya. Namun, perlu diingat bahwa cara yang dilakukan SALAH. Bahkan menurut saya sangat tidak bijak untuk seseorang yang mungkin tergolong orang kaya raya yang tinggal di Jakarta, atau bahkan mungkin bagi Bapak tersebut yang mempunyai jabatan di suatu institusi pemerintahan maupun militer tau bahkan kepolisian. Dengan lantangnya, Bapak tersebut berusaha menunjukkan betapa berkuasa dan tingginya jabatan atau posisi dia, sehingga dia merasa bahwa hal tersebut dapat menekan dan membuat saya takut. Sayangnya, saya tidak takut, malah saya mendapat pelajaran menarik betapa jenakanya seorang yang notabene nya punya "sedikit" kekuasaan, namun sudah berlagak seperti tokoh super yang tidak dapat disentuh apalagi disakiti oleh manusia biasa.

Bapak tersebut sangat emotional dan matanya melotot seakan ingin memakan saya. Satu hal yang saya tahan yaitu memotret Bapak tersebut dan menanyakan siapa nama dia dan siapakah dia sesungguhnya? ehehehe siapa tau bisa saya googling dan temukan dia di internet. Sorry, cuma bercanda, karena saya tidak ingin membuat keributan lebih jauh lagi.

Saya paham, tidak ada orang tua yang ingin anaknya disakiti oleh orang lain, termasuk dimarahi. Namun, banyak dari mereka yang lupa bahwa perlu adanya cross check informasi sehingga kejadian menjadi clear. yang saya sesalkan adalah Bapak tersebut yang (berpotensi) terpandang dan memiliki kedudukan terpandang baik dari sisi sosial, politik, maupun ekonomi, memilih untuk pendek akal dan mengedepankan hawa nafsu emosinya untuk melabrak saya. Dia tidak berusaha memanggil anaknya untuk berhadapan dengan saya, lalu menanyakan "kalian ini kenapa dengan mba ini? coba jelasin dulu. Bapak mau dengar dari mulut kalian, dan si mba ini bisa konfirmasi bahwa yang kalian lakukan ini memang begitu adana. Sama juga dengan mba ini, tolong dijelaskan kejadiannya seperti apa di depan anak-anak saya, jadi mereka pun tahu bahwa memang kejadiannya benar seperti itu."
Marah-marah, mengancam, menekan, dan melabrak saya telah menjadi pilihan Bapak tersebut.

Saya yakin, pola asuh seperti ini lah yang bisa menjadi racun bagi anak-anaknya kelak. Mengapa? karena Bapak tersebut mencerminkan sikap emosional dan tidak bijaksana, kedua bahwa Bapak tersebut melindungi anak-anaknya yang jelas salah dengan berupaya menekan saya, yang ketiga adalah Bapak tersebut tidak mengajarkan anaknya untuk hormat kepada orang yang lebih tua dan mengucapkan kata "maaf"

Oleh karena itu, tidak heran bahwa anak-anak bangku sekolah jaman sekarang, kebanyakan tidak memiliki rasa hormat kepada mereka yang lebih tua, angkuh dan bersikap kurang ajar, bahkan tidak peka dan memiliki kesadaran bahwa dirinya salah dan harus meminta maaf. Banyak orang tua yang sibuk memasukkan anaknya les bahasa inggris, les matematika, dan berbagai bimbingan akademis yang menunjang kepintaran di sekolahnya. Namun, banyak pula diantara orang tua tersebut yang tidak mendidik karakter anak-anaknya.

Saya tidak menganggap diri saya lebih baik dari mereka, tapi paling tidak di keluarga saya ketika berada di posisi tersebut kami tidak melindungi bila anggota keluarga melakukan kesalahan seperti itu. Sebagai contoh, keponakan saya melakukan kesalahan terhadap orang lain. Saya akan melakukan hal yang ideal menurut saya untuk dilakukan, yaitu memulai dengan meminta maaf dan menanyakan kepada keponakan saya dan pihak yang terlibat tersebut. Bila memang keponakan saya yang salah, saya langsung menyuruh dia meminta maaf kepada orang tersebut. Namun bila memang orang tersebut yang salah, maka saya hanya akan tersenyum dan berkata "oh gpp mba/mas, lain kali mungkin bisa lebih hati-hati. Maafin juga keponakan saya mungkin lari-larian sembarangan."

Sungguh, kejadian sore ini membuat hati saya terenyuh dan sedih karena didikan orang tua yang tidak tepat, akan membuat anak-anak memiliki kepribadian yang buruk dan tidak memiliki simpati/ empati terhadap lingkungannya. Saya bersyukur tidak dibesarkan di keluarga yang Bapaknya seperti Bapak dalam cerita kali ini, juga lingkungan saya bertumbuh tidak mendidik saya menjadi pribadi seperti si anak dan si Bapak tersebut.

Harapan saya, semoga para orang tua dan calon orang tua bisa lebih bijaksana dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi oleh anaknya, tidak bersikap reaktif namun menunjukkan kedewasaan dengan berkepala dingin. Semoga, Bapak tersebut diampuni oleh Tuhan :D Saya kalau didzalimin begini, doanya mah semoga Bapak tersebut diampuni oleh Tuhan, dan semoga saya semakin bersabar dan tetap bisa tenang.. tidak marah.. dan tidak reaktif dalam menghadapi situasi-situasi seperti ini ke depannya. 

Salam Pembelajar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketentuan Pengambilan Nama Dalam Perhitungan Numerologi

Di dalam menghitung numerologi seseorang, informasi yang dibutuhkan hanya dua yakni nama lengkap dan tanggal lahir. Untuk menghitung nama le...